Connect with us

Culture

Cerita Hidup Suku Maori di New Zealand

cerita di balik pertukaran budaya Presiden Joko Widodo di New Zealand

Banyak orang Indonesia yang mengenal New Zealand sebagai negara tempat pembuatan film Lord of the Rings, domba yang sangat banyak, dan berbagai aktivitas adrenalin yang ditawarkan. Namun, Anda akan mengetahui lebih banyak tentang New Zealand ketika berada langsung di negara ini.

Salah satunya adalah keunikan budaya suku Māori, penduduk asli Aotearoa New Zealand, yang dialami langsung oleh Presiden Joko Widodo. Beliau merasakan langsung keunikan budaya tersebut dalam kunjungannya ke New Zealand baru-baru ini sebagai bagian dari perayaan hubungan diplomatik ke-60 antara New Zealand dan Indonesia. Presiden Joko Widodo menikmati upacara penyambutan di mana beliau bertukar salam hongi dengan para tetua Māori.

Kebudayaan suku Māori di New Zealand merupakan bagian integral dari kehidupan Kiwi, sebutan untuk orang-orang New Zealand, yang bisa membuat pengalaman berkunjung ke New Zealand semakin menyenangkan dan unik bagi pengunjung. Berikut adalah panduan singkat cara hidup suku Māori.

Musik, tari, dan seni
Tampilan budaya Māori yang paling terkenal adalah haka, seruan saat perang tradisional yang dipopulerkan oleh All Blacks, tim rugbi New Zealand, saat mereka melakukan tantangan sebelum pertandingan rugbi. Haka menampilkan wajah garang yang datang dari rasa bangga, serta sebagai simbol kekuatan dan persatuan suatu suku. Menyaksikan langsung haka akan membuat bulu kuduk merinding saking menakjubkannya.

Keterampilan mengukir dan menenun datang dari kebutuhan gaya hidup yang praktis oleh suku tradisional Māori. Tidak ada bahasa tertulis untuk Māori, sehingga sejarah dan whakapapa (silsilah keluarga) diceritakan melalui whakairo (ukiran) di marae (tempat pertemuan Māori). Ukiran di depan whare whakairo (rumah pertemuan yang penuh dengan ukiran) misalnya, menceritakan sejarah marae dan leluhur marae yang merupakan sosok di puncak.

Disambut dengan pōwhiri
Pōwhiri, sambutan resmi dan tampilan keramahan Māori (Manaakitanga), juga merupakan sisi unik budaya Māori. Pōwhiri biasanya dimulai dengan wero (tantangan) di luar marae. Seorang pejuang dari tangata whenua (tuan rumah) akan menantang manuhiri (tamu), untuk melihat apakah mereka adalah teman atau musuh. Dia mungkin membawa taiaha (senjata yang menyerupai tombak), dan akan meletakkan rautapu (tanda) – seringkali berupa cabang kecil – untuk diambil para pengunjung sebagai simbol bahwa mereka datang dengan damai.

Karanga (panggilan) kemudian dilakukan, diikuti oleh pidato dan nyanyian. Untuk mengakhiri proses formal, pengunjung dan tuan rumah akan saling menyapa dengan hongi – seremonial menyentuh hidung, yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, diikuti dengan pembagian kai (makanan) di antara orang-orang yang terlibat.

Pesta tradisional Māori
Secara tradisional, orang-orang Māori memasak di lubang bawah tanah yang disebut Hāngī. Makanan Hāngī awalnya dibungkus dengan daun rami, tetapi Hāngī yang lebih modern biasanya mengganti dedaunan dengan kain, aluminium foil, dan keranjang kawat. Māori percaya bahwa bumi adalah sumber kehidupan, di mana dari tanah datang makanan dan makanan yang sama dimasak di dalam bumi.

Proses pembuatan hidangan Hāngī adalah dengan meletakkan keranjang kawat yang berisi makanan pada batu panas di dasar lubang. Makanan tersebut ditutupi dengan kain basah dan gundukan tanah agar panas dapat menjalar dengan cepat dari batu ke makanan. Makanan Hāngī dibiarkan di lubang selama tiga hingga empat jam, tergantung jumlah makanan yang dimasak.

Hidangan tradisional Hāngī biasanya menggunakan ikan, ayam, dan tanaman umbi sebagai bahan utama, namun kini dapat ditambah dengan aneka daging, kentang, labu, kol, dan berbagai macam bahan isian lainnya. Hasil dari proses masak yang panjang ini adalah daging yang empuk dan sayuran yang lezat, di mana semuanya beraromakan asap.

Mengukir warisan pada permukaan kulit
Tā moko – seni tato Māori – merupakan sebuah pernyataan identitas dan peninggalan budaya yang unik. Seni tersebut mencerminkan whakapapa (silsilah keluarga) dan sejarah pribadi seseorang. Pada zaman dahulu, Tā moko memiliki makna penting untuk mengetahui status sosial, pengetahuan, kemampuan, serta kelayakan seseorang untuk menikah. Para pria biasanya mengenakan moko di wajah, bokong, dan paha mereka, sementara para wanita mengenakannya pada bibir dan dagu mereka. Moko juga dapat dikenakan pada bagian tubuh yang lain, termasuk dahi, leher, punggung, perut, dan betis.

Kini moko memiliki makna kebangkitan dalam bentuk tradisional dan modern. Apabila desain Māori digunakan untuk alasan estetika tanpa adanya makna tradisional, maka hal tersebut dinamakan dengan kirituhi atau seni kulit.

Merasakan langsung tradisi Māori
Tempat terbaik untuk menyatu dengan budaya Māori adalah di marae. Berbagai tur di seluruh New Zealand, termasuk Northland, Auckland, Rotorua, dan Canterbury, menyediakan sambutan tradisional ala Māori untuk ke marae, di mana Anda dapat mendengar pidato dan nyanyian Māori, melihat rumah pertemuan yang penuh dengan ukiran, bertemu warga lokal (Anda akan menyapa mereka dengan ritual tradisional saling menempelkan hidung di saat yang bersamaan), dan menikmati hidangan Hāngi yang dimasak dengan oven bumi.

Jangan ketinggalan untuk mengunjungi Te Puia, Insitusi Seni dan Kerajinan Māori (Māori Arts & Crafts Institute) di Rotorua, di mana pengunjung berkesempatan untuk melihat pertunjukan budaya Māori, kiwi hidup, tempat pemandian lumpur hangat, tanaman asli New Zealand, serta Sekolah Nasional Ukiran dan Tenun Kayu (National Schools of Wood Carving and Weaving).

Anda juga dapat mengunjungi Whakarewarewa Living Thermal Village, desa Māori di Rotorua yang otentik dan masih aktif dengan berbagai tempat pemandian air panas di sekitarnya. Di sini pengunjung dapat merasakan adat-istiadat, tradisi, dan cara hidup orang Māori di lingkungan asli mereka.

Untuk pengalaman yang penuh dengan sejarah, kunjungi Waitangi Treaty Grounds di Bay of Islands. Tempat ini merupakan lokasi bersejarah yang terkenal, di mana dokumen penemuan New Zealand ditandatangani pada tahun 1840: Perjanjian Waitangi. Treaty Grounds menghadirkan Museum Waitangi Te Kōngahu, Treaty House, rumah pertemuan yang penuh dengan ukiran, dan kano perang seremonial yang terbesar di dunia.

  • WELLINGTON, NEW ZEALAND - MARCH 19: President of Indonesia,ÊJoko Widodo, is greeted with a hongi by Kaumatua, Professor Piri Sciascia, during a Ceremony of Welcome at Government House on March 19, 2018 in Wellington, New Zealand. President Widodo's two-day visit is part of a series of engagements celebrating the 60th anniversary of diplomatic relations between New Zealand and Indonesia. (Photo by Hagen Hopkins/Getty Images)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending